Permohonan Pengajuan Istbat Nikah di Tengah Masyarakat
Oleh: Gisha Dilova, M.H. Dosen Prodi Hukum Univ. Dharmas Indonesia
SUMBAR, -- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau yang disingkat sebagai Undang-Undang Perkawinan dalam Pasal 1 Ayat (2) perkawinan adalah: “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Perubahan dalam Undang-Undang Perkawinan ini menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan, perbaikan norma menjangkau dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan yaitu, “perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas)tahun”. Batasan umur tersebut bertujuan agar membatasi perkawinan anak dibawah umur agar pemuda pemudi yang akan menikah sudah matang jiwa raganya dalam membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal. Begitu pula dimaksudkan untuk mencegah marak tingginya laju kelahiran dan agar pasangan suami istri mendapatkan keturunan yang baik dan sehat serta meminimalisir terjadinya kematian ibu dan anak.
Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyatakan, “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”, kemudian dilanjutkan dalam Ayat (2) “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundangan-undangan yang berlaku.”Suatu perkawinanmemenuhi syarat dan rukun nikahtelah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya, maka perkawinan tersebut adalah sah terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Tetapi sahnya perkawinan ini di mata agama dan kepercayaan masyarakat perlu dicatatkan ke negara.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 6 Ayat (1) Pencatatan setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat nikah, sedangkan Ayat (2) menjelaskan bahwa tanpa adanya pencatatan perkawinan, perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum apapun dalam melindungi hak dan pemenuhankewajiban masing-masing pihak, baik suami maupun istri.
Dengan demikian, perkawinan tidak tercatat beresiko tidak diakui legalitasnya oleh Negara Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan berberapa masalah dalam rumah tangga antara lain, tidak adanya jaminan atau kepastian hukum,karena pasangan perkawinanini tidak memiliki hak atas akta nikah. Tidak dibolehkan mencantumkan nama ayah kandung diakta kelahiran anaksecara otomatis, karena tidak ada akta nikah orang tua. Anak tersebut juga tidak mendapat hak waris dari orang tua, istri tidak berhak menuntut nafkah yang harus dibayar oleh suami, selain itu perkawinantidak tercatat dimungkinkan adanya penyelewengan oleh salah satu pasangan.
Terkait jika pasangan suami istri terlanjur kawin tidak tercatat, maka di Indonesia terdapat dispensasi yakni melakukan itsbat nikah (penetapan perkawinan) ke pengadilan agama setempat. Hal ini merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 yang menyatakan secara perkawinanyang belum tercatat secara resmi, bisa di ajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama.Adapun itsbat nikah bisa di ajukan oleh suami, istri, anak, wali atau pihak yang berkepentingan di Indonesia.
Berdasarkan data di Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP), jumlah permohonan itsbat nikah semakin meningkat pertahunya khususnya di Kabupaten Dhamasraya.
Kabupaten Darmasraya memiliki satu Pengadilan Agama Kelas I yakni di kecamatan Pulau Punjung yang terletak di Jl. Lintas Sumatera No.KM 4, Sungai Kambut, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pengadilan Agama ini disebut Pengadilan Agama Pulau Punjung. Pengadilan ini sudah banyak menerima pengajuan permohonan itsbat nikah yang dapat dilihat dan dirincikan pada data berikut; Tahun 2021 ada sebanyak 45 Jumlah Permohonan Istbat Nikah dan dikabulkan sebanyak 40 dengan Persentase dikabulkan sebesar 89%. Tahun 2022 terjadi peningkatan dengan jumlah permohonan sebanyak 63 Permohonan Istbat nikah dan dikabulkan sebanyak 58 dengan persentase dikabulkan sebesar 92%.
Namun pada Tahun 2023 terjadi peningkatan permohonan istbat nikah yang sangat meningkat dengan jumlah permohonan istbat nikah sebanyak 207 jumlah permohonan istbat nikah dan dikabulkan sebanyak 193 permohonan ustbat nikah dengan persentase sebesar 93%.
Berdasarkan Wawancara penulis dengan Hakim di Pengadilan Agama Negeri Pulau Punjung, ada beberapa pertimbangan hukum dalam mengabulkan permohonan itsbat nikah yakni sebagai berikut: Dengan melihat pembuktian para pemohon dan saksi, apakah para pemohon dapat membuktikan perkawinan tersebut benar telah terjadi, Selain itu para pemohon membuktikan bahwa perkawinannya telah sesuai dengan rukun sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 14, Perkawinannya tidak mengandung larangan perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 sampai 11 Undang-undang Perkawinan.
Akibat hukum dikabulkan permohonan itsbat nikah di Pengadilan Agama Pulau Punjung, berupa, kewajiban dan hak dari hubungan suami isteri itu sendiri, terhadap harta benda, diatur dalam Pasal 35 sampai Pasal 37 Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan akibat hukum terhadap anak yang ada selama perkawinan tidak tercatat akan menjadi anak sah sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Undang-undang Perkawinan yakni anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalan atau sebagai akibat perkawinan yang sah.(*/Red)
Posting Komentar