Kesal Usaha Obat Ilegal Disorot Media, Oknum Mengaku Pengacara Diduga Bekingi Peredaran Tramadol dan Lecehkan Profesi Wartawan
![]() |
| Ilustrasi/obat ilegal |
BANTEN — Peredaran dan penjualan obat keras golongan G jenis Tramadol dan Hexymer masih berlangsung secara masif di wilayah hukum Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Aktivitas ilegal tersebut terus menjadi sorotan publik dan media, lantaran dinilai merusak generasi muda serta seolah tak tersentuh penegakan hukum.
Lebih mencengangkan, muncul sosok oknum yang mengaku sebagai pengacara, namun diduga merangkap sebagai koordinator lapangan (korlap) yang membekingi dan mengondisikan jalannya bisnis obat ilegal tersebut. Oknum berinisial RAJA ini disebut berada di bawah kendali seorang bos besar berinisial Mukhlis, yang diduga menjadi aktor utama jaringan peredaran obat terlarang di wilayah tersebut.
Tak hanya diduga membackup peredaran obat ilegal, RAJA juga disinyalir berperan mengatur “pelicin” kepada oknum-oknum tertentu, termasuk oknum wartawan, guna meredam pemberitaan. Namun, alih-alih meredup, sorotan media justru semakin tajam.
Merasa terganggu dengan upaya konfirmasi dan pemberitaan media, oknum tersebut tersulut emosi dan melontarkan pernyataan bernada merendahkan serta melecehkan profesi wartawan, dengan menyebut media sebagai “tidak punya otak”.
Peristiwa ini dialami oleh Resti, wartawan dari media online beritaharian86.com, saat dirinya melakukan konfirmasi melalui pesan singkat kepada RAJA terkait aktivitas penjualan obat terlarang di wilayah Tangerang Selatan.
“Saya hanya mempertanyakan komunikasi dan meminta klarifikasi, namun balasan yang saya terima justru melecehkan profesi wartawan. Saya disebut sebagai oknum media yang ‘nggak ngotak’,” ujar Resti, Sabtu (20/12/2025).
Resti menegaskan, pemberitaan mengenai peredaran obat-obatan terlarang merupakan tugas jurnalistik yang sah dan dilindungi undang-undang. Apalagi, fakta keberadaan peredaran obat ilegal tersebut bahkan diakui oleh RAJA sendiri.
“Kalau memang tidak ada peredaran obat terlarang, kenapa harus marah dan menyerang wartawan? Justru ini menimbulkan ketersinggungan serius bagi saya pribadi dan pemilik media,” tegasnya.
Reaksi keras pun muncul dari kalangan aktivis dan organisasi pers. Panji Abdilah, SE, mendesak aparat penegak hukum agar tidak lagi tutup mata.
“Saya meminta Polsek, Polres Tangerang Selatan, hingga Polda Metro Jaya segera bertindak. Jangan diam. Tangkap para pengedar obat terlarang jenis Tramadol dan Hexymer. Peredarannya sudah lama dan sangat meresahkan. Selamatkan generasi muda,” tegas Panji.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Insan Jurnalis dan Reporter (PIJAR), Josh Munthe, menilai maraknya peredaran obat terlarang di wilayah hukum Polres Tangerang Selatan kuat diduga akibat pembiaran sistematis oleh oknum aparat.
“Ini bukan isu baru. Sudah berulang kali diberitakan, dilaporkan, bahkan dikomunikasikan langsung ke Kasat Narkoba, lengkap dengan alamat dan titik-titik lokasi toko obat ilegal. Tapi tidak ada tindakan. Justru toko-toko tersebut makin bertambah dan subur,” ujar Josh.
Menurutnya, kondisi tersebut menimbulkan kecurigaan publik adanya praktik pembiaran hingga pemeliharaan.
“Kalau tiap bulan terus diberitakan tapi tidak ada penindakan, masyarakat berhak menyimpulkan sendiri bagaimana kinerja kepolisian. Jangan sampai nanti masyarakat bergerak dengan caranya sendiri karena hilangnya kepercayaan terhadap aparat,” tandasnya.
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas, transparan, dan berkeadilan, sekaligus perlindungan terhadap kebebasan pers yang dijamin undang-undang.(Red)
(Artikel ini ditulis redaksi bhinneka news/xposberita.com)

Posting Komentar