Hotel Merpati Merak Diduga Jadi Lokasi Prostitusi Online Michat: Kamar 112–113 Terendus
![]() |
| Ilustrasi |
CILEGON — Praktik prostitusi online di Kota Cilegon diduga tidak lagi bergerak sembunyi-sembunyi. Hotel Merpati Merak kini berada di pusat sorotan publik setelah tim media melakukan investigasi langsung dan menemukan indikasi kuat praktik prostitusi berbasis aplikasi Michat yang berlangsung bebas di dalam area hotel.
Investigasi bermula saat tim media secara sengaja melakukan pemesanan melalui aplikasi Michat. Dalam percakapan digital tersebut, seorang perempuan menawarkan jasa full service lengkap dengan tarif dan secara eksplisit menyebut Hotel Merpati Merak sebagai lokasi transaksi. Percakapan ini bukan sekadar isyarat, melainkan penawaran terbuka yang mengarah pada praktik prostitusi.
Lebih mencengangkan, saat tim mendatangi lokasi dan melakukan penelusuran, diperoleh informasi bahwa perempuan tersebut berada di kamar 112 dan 113 Hotel Merpati Merak. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa hotel tersebut bukan sekadar “kecolongan”, melainkan berpotensi menjadi tempat aman bagi praktik prostitusi online.
Sulit Dipercaya Jika Manajemen Tidak Tahu
Publik mempertanyakan keras klaim “tidak tahu” yang kerap digunakan pengelola hotel dalam kasus serupa. Aktivitas keluar-masuk tamu dengan durasi singkat, komunikasi langsung ke nomor kamar, hingga penggunaan kamar tertentu secara berulang nyaris mustahil luput dari pengawasan manajemen dan petugas hotel.
“Kalau ini terjadi di dua kamar sekaligus—112 dan 113—maka dugaan pembiaran tidak bisa dihindari. Ini bukan kebetulan, ini pola,” ujar seorang pemerhati kebijakan publik di Cilegon.
Hotel sebagai badan usaha memiliki kewajiban hukum dan moral untuk memastikan tempatnya tidak digunakan sebagai sarang penyakit masyarakat. Ketika praktik prostitusi diduga berjalan lancar, pertanyaannya sederhana: apakah manajemen lalai, atau justru membiarkan?
Indikasi Pelanggaran Hukum Berlapis
Jika dugaan ini terbukti, maka praktik tersebut berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum serius, di antaranya:
Pasal 296 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dan menjadikannya sebagai kebiasaan, dipidana penjara.”
Pasal 506 KUHP
“Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang perempuan, dipidana kurungan.”
Pasal 27 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE
Larangan distribusi dan transmisi konten bermuatan asusila melalui media elektronik.
Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dan Penyakit Masyarakat
yang secara tegas melarang penggunaan hotel atau penginapan untuk kegiatan asusila.
Dengan adanya penyertaan fasilitas kamar, maka pihak hotel berpotensi tidak hanya melanggar administratif, tetapi juga terseret dalam pertanggungjawaban pidana jika terbukti memfasilitasi atau membiarkan.
Aparat dan Pemda Diuji: Berani Tindak atau Diam?
Kasus ini kini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum, Satpol PP, dan Dinas Pariwisata. Publik menunggu: apakah akan ada razia, penyegelan, dan penyelidikan menyeluruh, atau kasus ini kembali tenggelam seperti banyak kasus prostitusi online lainnya?
Pembiaran terhadap dugaan praktik prostitusi di hotel bukan hanya soal hukum, tetapi tamparan terhadap wibawa pemerintah daerah dalam menegakkan aturan dan menjaga moral publik.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen Hotel Merpati Merak belum memberikan klarifikasi resmi, meski upaya konfirmasi telah dilakukan. Sikap diam ini justru memperkuat kecurigaan publik bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutup rapat.
Jika praktik ini dibiarkan, maka Hotel Merpati Merak berisiko dicap publik bukan lagi sebagai tempat penginapan, melainkan sebagai titik aman prostitusi online di wilayah Merak.(*)
.jpg)
Posting Komentar